Food Lokal Komitmen Ajak Ukm Kuliner Surabaya Sukses Bareng

SURABAYA, kabarbisnis.com: Surabaya memiliki beragam tempat berburu kuliner. Selain kuliner yang disediakan skala rumah makan, restoran, stan di mal, atau pedagang kaki lima, banyak diantaranya yang memanfaatkan tempat tinggal sebagai tempat jualan.

Dengan modal yang kuat, pebisnis restoran skala menengah atau besar bisa dengan mudah mengembangkan restoran atau warungnya. Namun bagaimana dengan mereka yang pedagang skala rumahan dengan modal pas-pasan?

Hal ini pula yang mendasari Andre Soejoto untuk membuka Food Lokal, sebuah restoran berkonsep pujasera yang melibatkan banyak brand dan jenis makanan khususnya makanan tradisional yang sebagian besar skala pedagang kaki lima dan rumahan. Restoran ‘rame-rame’ ini berlokasi di kawasan Jalan Raya Gubeng Surabaya.

“Kami namai Food Lokal karena memang jenis makanan tradisional khususnya khas Surabaya. Kami cari para pedagang makanan dan minuman yang 70 persen belum ada nama, berkolaborasi dengan 30 persen yang sudah ada nama alias branded,” ungkap Andre di restoran Food Lokal, Kamis (10/1/2019).

Dipaparkannya, Food Lokal saat ini menaungi eleven tenant yang menyajikan aneka jenis makanan berbeda dengan restauran dan cafe yang sudah ada di tempat itu.

Mereka menyatu dan berkolaborasi dengan menggabungkan tiga konsep berbeda pada tiga space. Untuk area di luar, Food Lokal menjadikannya eatery outdoor, dengan tenant yang menyediakan makanan lokal atau kekinian.

Seperti gado-gado Mas Bro, Bebek Goreng 78, mie ayam, rawon dan sop, camilan tahu walik dan lainnya.

“Pada outside ini, kami memakai desain backyard terrace supaya lebih menarik,” tambah Direktur Mannara Group dan owner PT Bisnis Resto Indonesia ini.

Kemudian di area atau ruangan bawah, Food Lokal menerapkan konsep restoran.

Pada ruangan di bawah itu, ada tiga resto yang menyediakan kuliner cepat saji dan kekinian. Tak hanya itu, ruangan di bawah ini juga menyediakan enviornment bermain untuk anak-anak.

Dengan ketersediaan area bermain, maka area kedua ini digunakan untuk konsumen keluarga.

Sedangkan di ruangan atas, Food Lokal menerapkan konsep warung kopi (warkop) kelas cafe. Pada ruangan atas itu, Food Lokal menyediakan berbagai minuman kopi dan teh lewat Cafe Mula.

“Konsumen yang mau nongkrong sambil menikmati kopi, bisa di ruangan atas,” tambah Andre.

Diakuinya, bisnis F and B memiliki pasar yang sangat potensial dan mampu bertahan. Apalagi dengan keikutsertaannya dalam program start up IDX Inkubator, Andre memanfaatkan teknologi dalam mengembangkan usaha ini.

“Kami promosi bersama memanfaatkan media sosial. Kami juga jajagi untuk program bersama yang bisa menarik konsumen. Kami juga komunikasikan untuk mendapatkan bahan baku dari supplier yang sama, sehingga bisa mendapatkan harga yang lebih terjangkau sehingga margin keuntungan bisa lebih,” jelas Andre yang juga menjadi Ketua Bidang Restoran pada Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur ini.

Food lokal baru operasional di awal Desember 2018 lalu. Omzet memang belum seberapa, namun sudah bisa mencapai sekitar Rp 200.000 hingga Rp 500.000 per tenant. Namun dia optimistis ke depan omzet para pedagang bisa mencapai Rp 12 juta-15 juta per bulan.

“Teorinya, dengan stan yang hanya sekitar 3×2 meter dan tarif sewa terjangkau mereka bisa melayani 300 kursi atau pengunjung,” jelasnya.

Dengan sewa tempat Rp three juta per bulan, Andre memberi subsidi untuk operasional seperti tempat cuci piring, air dan pendampingan serta komunikasi untuk mendapatkan kemajuan bersama. Apalagi harga makanan dan minuman yang dipatok sangat terjangkau yakni di kisaran Rp 15.000-25.000 per porsi.

“Jadi tidak hanya omzet. Para pedagang kecil ini juga berpeluang naik kelas bisa bersanding dengan restoran dan kafe yang sudah eksis,” pungkasnya. kbc7